Siang itu suasana STO di kota Singkawang beda dari biasa. Hal-hal yang sebelumnya berjalan rutin tiba tiba menjadi hingar. Dimana-mana tampak hiasan umbul-umbul warna warni yang berkibar, ada panggung, tenda-tenda, ada soundsystem terpasang. Sejumlah orang tampak sibuk hilir mudik menata meja kursi dan bunga-bunga, buah-buahan serta botol air kemasan. Ada event penting hari itu. Direktur Utama meresmikan proyek besar. “Mematikan Sentral Telepon Otomat”.

Foto : YAYAN NUGRAHA Teknisi Sentral yang telah berhasil mentransformasikan kompetensinya menjadi expert di bidang desain visual.

Tepuk tangan bergemuruh sedetik setelah sang CEO menekan tombol OFF. Layar elektronik ukuran meja bilyar berkedip lalu menyala terang. Tulisan terpampang sangar “selamat tinggal era sirkit, selamat datang ere binnary digit”. Sirine meraung selama 15 detik, para pejabat berpelukan dan saling mengucapkan selamat karena telah berhasil memodernisasi infratruktur, sesuai dengan tuntutan jaman.

Garbus termenung di sudut tenda. Dia ikut tepuk tangan untuk menghormati mayoritas orang yang bertepuk. Namun setiap tepukan dari kedua telapak tangan Garbus yang mulai keriput adalah sayatan hati yang mengiris-iris sukma. Fikiran Garbus melayang menembus awan lalu menukik menyelami samudera memori.

Suara tepukan hadirin para undangan yang gemuruh itu, terdengar laksana detak detak modul DLU yang sedang membagi rute. Garbus tenggelam dalam kenangan dan jatuh ke masa lalu.Tak terasa dua butir kristal bening terlepas dari sudut matanya. Bergulir perlahan lewat punggung pipi, tersangkut sejenak di tepi hidung sebelum mendarat di atas bibir. Ketika syaraf lidah Garbus merasakan asin air mata kepedihannya sendiri, dia sadar bahwa itu bukan mimpi.

Kemana aku akan pergi wahai penguasa jaman. Masa pengabdianku sudah 30 tahun, tapi serasa baru lulus Pamtk jurusan Sentral beberapa bulan lalu. Apakah Albert Einstein memang benar bahwa waktu adalah illusi. Kadang terasa lamban ia merambat, tetapi kadang terasa begitu cepat belalu. Aku mendapati diriku yang berubah pasti, yaitu usia. Apa yang aku kerjakan besok setelah kemajuan teknologi membuat STO kesayanganku menjadi rongsokan. Aku dan sentral otomatku, dua keping hikayat entitas yang termangu dipersimpangan waktu.

“ini PR kita bersama”....kita harus bisa mentransformasikan kompetensi sesuai tuntutan jaman.....”. Saya perintahkan ...., semua karyawan di perusahaan ini agar dapat menyesuaikan diri dengan pola pikir digital, kompetensi digital dan budaya digital. Apabila keahlianmu sudah obsolete, cari pintu yang lain. Hijrah dan move on secepatnya.......”, jika tidak, kamu akan tergilas roda jaman”........

Pidato sang pejabat yang berapi-api itu lamat-lamat terdengar. Garbus mendapati langkahnya gontai. Dia pandang kerumunan orang-orang yang bertepuk tangan itu,.... seperti terlihat menjadi asing. Garbus surut menepi ke sisi panggung sejarah. Terngiang kata-kata Bang Ishak Yusuf “Tiap orang ada jaman-nya, tiap jaman ada orang-nya”. Masa keemasanku telah usai, penggantiku telah siap melanjutkan mimpi “unbeatable” perusahaan ini. Aku ikhlas menerima ini, aku bahagia dengan semua ini......